TIMES JATIM, MALANG – Ali Muthohirin, Wakil Wali Kota Malang, menegaskan bahwa seluruh inovasi dan program pembangunan yang digulirkan Pemerintah Kota Malang selama ini lahir dari relasi langsung dengan masyarakat. Menurutnya, kebijakan publik tidak boleh berhenti sebagai dokumen birokrasi, melainkan harus hadir sebagai manfaat nyata yang dirasakan masyarakat.
Dalam wawancara eksklusif bersama Times Indonesia, Ali mengungkap perjalanan panjangnya sebelum memasuki gelanggang politik Kota Malang. Katanya keputusan terjun ke pemerintahan bukan sebuah loncatan, melainkan kelanjutan dari napas aktivisme dan pemberdayaan masyarakat yang sudah ia jalani sejak lama.
“Sebenarnya perjalanan karir saya banyak di dunia aktivisme, pemberdayaan sosial, pendampingan komunitas, yang semua itu mengantarkan pada jejaring politik. Sehingga saya mengikuti kontestasi Pilkada di Kota Malang,” ujarnya, di Rumah Dinas Wakil Wali Kota Malang Selasa (25/11/2025).
Ia juga selama 4 tahun sebagai Komisaris Independen PT Adhi Persada Beton, yang memperluas kapasitasnya dalam manajemen risiko, investasi, dan tata kelola keuangan.
“Jadi semangat politik ini sebenarnya tidak terlepas dari ruang pengabdian. Politik itu bagi saya cara untuk memperbesar manfaat,” tegasnya.
Ali menekankan bahwa keberhasilan pembangunan Kota Malang tidak berdiri sendiri. Setiap apresiasi atau capaian, menurutnya, merupakan hasil kolaborasi seluruh elemen masyarakat, perguruan tinggi, hingga pemerintah.
“Pemkot Malang hari ini tidak hanya hadir sebagai regulator. Kita hadir sebagai jembatan, memastikan kolaborasi berjalan tuntas sesuai kebutuhan masyarakat,” katanya.
Ia menyoroti pentingnya kualitas indeks kebijakan, yang ditentukan oleh kesesuaian antara RPJMN, RPJMD, dan kebutuhan riil warga Kota Malang. Pemerintah, menurutnya, tidak boleh berjalan di atas asumsi; program harus diuji oleh realitas lapangan dan respon masyarakat.
“Kami bergerak bersama masyarakat mengawasi dan memastikan program itu memang dibutuhkan dan masyarakat kota Malang merespon positif,” tambahnya.
Dalam kepemimpinannya, ada lima program prioritas yang diarahkan untuk langsung menyasar kebutuhan masyarakat: Seragam sekolah gratis, Beasiswa pendidikan untuk 1.000 pelajar setiap tahun, 1.000 event per tahun sebagai pengungkit ekonomi kreatif, Insentif pembangunan bagi seluruh RT sebesar Rp50 juta dan Penyelesaian persoalan kemacetan dan banjir secara.
Program beasiswa dan seragam gratis, menurutnya, berangkat dari aspirasi masyarakat di lapangan. “Saya tidak ingin ada alasan lagi masyarakat tidak bisa sekolah karena biaya. Pendidikan ini menjadi tanggung jawab pemerintah,” ujarnya.
Sementara insentif Rp50 juta untuk 4.081 RT, yang mulai digulirkan pada 2026, menjadi instrumen pemerataan pembangunan. Ali menegaskan, “Kita ingin pemerataan itu betul-betul terasa,” komitmennya.
UMKM, Anak Muda sebagai Motor Pertumbuhan
Soal pengangguran dan pemberdayaan warga, Ali menyebut Pemkot Malang tidak tinggal diam. Pemerintah terus memperkuat kemitraan dengan dunia usaha dan menyediakan ekosistem UMKM yang berkelanjutan.
“Kita punya MCC (Malang Creative Center) yang menjadi rumah besar bagi ekonomi kreatif. Ada lebih dari 50 UMKM yang kita bina sampai ke wilayah permodalan,” jelasnya.
Program 1.000 event per tahun menjadi strategi untuk menciptakan ruang tumbuh bagi industri kreatif, sekaligus menguatkan daya tarik Kota Malang sebagai kota event dan kota kreatif.
Menurutnya, potensi terbesar Kota Malang ada pada generasi mudanya. “Anak muda adalah dalang pertumbuhan ekonomi kota. Kreativitas mereka itu luar biasa. Pemerintah hanya perlu membuka jalan dan mempermudah perizinan,” terangnya.
Ali juga menyoroti persoalan sosial yang kerap muncul di Kota Malang, termasuk tingginya jumlah pengamen yang sebagian besar datang dari luar daerah. Pemerintah, katanya, memilih pendekatan pembinaan, bukan pengusiran.
“Kita tangani pelan-pelan. Kita bina. Kalau yang asli Malang kita arahkan ke pendidikan, termasuk lewat program Sekolah Rakyat. Karena pendidikan adalah kunci mengentaskan kemiskinan,” ucapnya.
Salah satu terobosan terbesar pemerintah adalah digitalisasi menyeluruh pada pelayanan publik, perizinan, pembayaran pajak, hingga retribusi parkir. Ali menyebut dampaknya sangat signifikan.
“Dulu ada tempat usaha yang bayar pajak cuma Rp10 juta per bulan. Setelah digitalisasi, pendapatan melonjak karena omzet mereka sebenarnya bisa sampai Rp1 miliar. Begitu juga E-Parkir yang sebelumnya hanya 16–20 juta per bulan, sekarang bisa tembus 100 juta,” paparnya.
Digitalisasi bukan hanya meningkatkan pendapatan daerah, tetapi juga menutup ruang bagi oknum yang menyalahgunakan kewenangan. “Audit jadi lebih mudah, transparansi meningkat,” tambahnya.
Menuju Kota Malang yang Mbois, Inklusif, dan Berkelanjutan
Ali Muthohirin menegaskan bahwa latar aktivismenya membuat ia memandang jabatan publik sebagai ruang pengabdian. Ia tidak menilai prestasi dari penghargaan pribadi, tetapi dari sejauh apa masyarakat merasakan manfaat.
“Legacy terbaik itu kepuasan masyarakat. Bagaimana mereka merasakan manfaat dari kebijakan kami. Kalau ada apresiasi individu, itu hanya bonus,” katanya.
Ia ingin Pemerintah Kota Malang tidak berjarak dengan warganya. “Jangan takut, jangan sungkan menyampaikan masalah. Pemerintah ini rumah bersama,” ujarnya menegaskan.
Ke depan, Ali menargetkan Kota Malang menjadi ekosistem kota inklusif yang berkelanjutan, dengan inovasi yang benar-benar dirasakan masyarakat di semua lini: sosial, ekonomi, dan pendidikan.
“Komitmen kami satu: mempermudah pelayanan. Inovasi harus memudahkan hidup masyarakat,” tegasnya.
Ia berharap pada puncak bonus demografi menuju Indonesia Emas 2045, generasi muda Kota Malang sudah siap dan unggul. Karena itu, kerja sama dengan perguruan tinggi dan seluruh komunitas akan terus diperkuat.
“Terpenting adalah kebermanfaatan. Tidak boleh ada lagi anak yang putus sekolah atau tidak mendapat akses pendidikan. Itu tanggung jawab kita bersama,” pungkasnya. (*)
| Pewarta | : Hainor Rahman |
| Editor | : Hainorrahman |