TIMES JATIM, SURABAYA – Ketua Komisi E DPRD Jawa Timur, Sri Untari Bisowarno, secara blak-blakan menyoroti akar masalah kebencanaan di Jatim dalam podcast Ngopeni Rakyat TIMES Indonesia, menegaskan bahwa ancaman utama bukan sekadar fenomena alam, melainkan human error yang dipicu oleh kegagalan perencanaan tata ruang. Menurutnya, bencana hidrometeorologi, terutama banjir, menjadi isu krusial karena pembangunan yang tidak berbasis ekosistem alam.
Provinsi Jawa Timur memang memiliki risiko bencana terlengkap 13 jenis bencana karena posisinya di Ring of Fire. Namun, Komisi E melihat bencana hidrometeorologi, terutama banjir, menjadi fokus utama yang harus segera diatasi.
Menurut Sri Untari, penyebab utama banjir adalah alih fungsi lahan hijau secara besar-besaran menjadi kawasan perumahan, serta penyempitan badan sungai. Hal ini menunjukkan lemahnya penegakan Peraturan Daerah (Perda) terkait tata ruang, mengabaikan prinsip dasar ekosistem alam.
"Isu krusialnya banjir paling besar, karena daerah-daerah yang harusnya itu menjadi lahan hijau dan dihabiskan untuk perumahan. Perencanaan yang harus berbasis kepada ekosistem alam ini harus betul-betul ditegakkan, sayangnya pemerintah kita kurang di situ," ungkap Sri Untari.
Dalam hal kesiapsiagaan, kinerja Pemerintah Provinsi Jawa Timur diapresiasi karena responsnya yang dinilai gerak cepat. Dana Belanja Tidak Terduga (BTT) ini menjadi krusial mengingat banyak pemerintah kabupaten/kota yang anggaran bencananya belum memadai.
"Provinsi menyiagakan alokasi Belanja Tidak Terduga (BTT) hingga hampir Rp300 Miliar untuk memastikan penanganan bencana cepat tertangani." tegasnya.
Namun, kritik tajam dilontarkan kepada Pemerintah Pusat terkait penanganan pasca-bencana yang lamban, menciptakan ketidakpastian bagi para korban.
"Kesiapan pemerintah kita cukup bagus dalam menangani kebencanaan. Hanya di Pemerintah Nasional itu kurang gercep untuk urusan pasca. Contoh di Dampit gempa bumi, yang dijanjikan pemerintah nasional bantuan Rp50 juta itu baru keluar beberapa bulan yang lalu, padahal kejadiannya sudah tiga tahun," kritik Sri Untari.
Sebagai upaya mitigasi jangka panjang, Komisi E fokus pada revisi Perda Kebencanaan. Perda ini akan secara khusus mengakomodasi perlindungan kelompok rentan perempuan, anak-anak, dan disabilitas dalam setiap tahapan bencana.
"Kami sudah masukkan ini ke dalam pasal di Perda yang baru ini mencabut Perda yang lama tahun 2014. Salah satunya adalah bagaimana kita ngerawatin perempuan anak dan disabilitas," jelas Sri Untari.
Lebih lanjut, peran relawan, yang seringkali menjadi garda terdepan diakui dan diperkuat dalam regulasi baru. Sri Untari menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya:
"Teman-temanku para relawan se-Jawa Timur, relawan kebencanaan terbaik dan tanpa mereka kami bukan apa-apa," puji Ketua Komisi E tersebut.
Komisi E terus mendorong program edukasi dan kesiapsiagaan di level komunitas, seperti SPAB (Satuan Pendidikan Aman Bencana) dan Destana (Desa Tangguh Bencana), seraya menghimbau para Bupati dan Walikota se-Jatim untuk segera menambah alokasi anggaran kebencanaan di daerah masing-masing. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Analisis Komisi E DPRD Jatim, Banjir Jadi Ancaman Dipicu Human Error dan Kegagalan Tata Ruang
| Pewarta | : Zisti Shinta Maharrani |
| Editor | : Deasy Mayasari |