TIMES JATIM, PACITAN – Demi mengatasi krisis air bersih, Pemkab Pacitan melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) bergerak cepat dengan beberapa program penanganan dan inisiatif strategis.
Penanganan ini mencakup pembangunan dan rehabilitasi infrastruktur penyediaan air bersih, seperti sumur bor, embung dan bangunan penampung air lainnya, serta jaringan distribusi air.
"Hingga saat ini, 25 titik kekeringan di 25 desa sudah teratasi," kata Sekretaris DPUPR Pacitan, Yudho Tri Kuncoro, Jumat (2/8/2024).
Menurut Yudho, krisis air menjadi masalah yang berulang setiap tahunnya, terutama pada musim kemarau. Kondisi geografis perbukitan dan kurangnya sumber air secara kontinyu membuat Pacitan rentan terhadap kekeringan.
"Penanganan kekeringan melalui dropping air bersih cukup efektif dalam jangka pendek, namun, solusi ini tidak dapat diandalkan dalam jangka panjang," ungkapnya.
Meski begitu, saat ini masih ada 34 desa lainnya yang belum tertangani. Untuk mengatasi hal ini, DPUPR Pacitan telah menyusun rancangan eksekusi penanganan kekeringan di desa-desa tersebut pada tahun 2025, dan harus terus dievaluasi di tahun-tahun berikutnya.
"Program ini akan difokuskan pada pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan guna memastikan ketersediaan air bersih sepanjang tahun," terang Yudho.
Sementara itu, lanjut dia, jika mengaca dari data awal berdasarkan permintaan dropping air ke BPBD Pacitan Tahun 2022 dan 2023, maka desa yang mengalami krisis air sebanyak 59.
"Setelah itu dilakukan desk terhadap pemerintah desa bersama Bappeda Litbang, BPBD, DPMPD untuk memastikan validitas dan akurasi data," tambah Yudho.
Tak kalah penting, sebelumnya PUPR bersama lintas sektor juga melakukan kegiatan mapping lokasi potensi kekeringan. "Ini merupakan langkah wajib dalam merumuskan strategi penanganan krisis air yang tepat sasaran," jelas Yudho.
Namun demikian, pihaknya menyadari bahwa penanganan krisis air bukanlah pekerjaan mudah. Pasalnya, masih ada berbagai kendala dan masalah yang mesti dihadapi. Seperti, kondisi geografis, perubahan iklim, minimnya sumber mata air, keterbatasan anggaran hingga kendala sosial.
"Penanganan krisis air tidak hanya menghadapi tantangan teknis dan alamiah, tetapi juga kendala sosial yang dapat mempengaruhi efektivitas program. Aspek kesadaran dan pemahaman masyarakat, kebiasaan dan budaya, partisipasi dan keterlibatan masyarakat, serta konflik kepentingan penggunaan air juga kerap terjadi," papar Yudho.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Pacitan, Radite Suryo Anggoro, mengatakan, pengiriman air bersih akan dilakukan mulai pekan depan.
Dari 34 desa, baru beberapa yang berkirim surat untuk dikirim bantuan. "Saat ini mengerucut 34 desa. Karena kami prinsipnya mengirim bantuan berdasarkan surat dari pemerintah desa," katanya.
34 desa tersebut, 9 desa di antaranya ada yang membutuhkan tandon penyimpanan air. "Tapi pasti teratasi. Semoga ke depan titik krisis air bersih di Pacitan terus berkurang," pungkas Radite. (*)
Pewarta | : Yusuf Arifai |
Editor | : Ronny Wicaksono |