TIMES JATIM, GRESIK – Setelah mencuatnya kasus penyewaan lahan ke petani porang yang disinyalir ilegal, kini warga sekitar Hutan Panceng Gresik di Desa Wotan menuntut pengelolaan hutan ke Perhutani Tuban.
Melalui Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Sumber Makmur, warga dan petani meminta adanya transparansi pengelolaan lahan hutan Panceng yang sudah menjadi hak LMDH.
"Selama ini, jarang komunikasi dengan kami, seakan akan ada yang ditutupi, apalagi Mantri (Kepala RPH Panceng) yang dulu. Kalau yang baru ini bagus komunikasinya," kata Ketua LMDH Sumber Makmur, Shomadi pada Selasa (13/9/2022).
Pak Di, begitu Shomadi kerap disapa menyatakan pada tahun 2013 dia mendapat SK menjadi Ketua LMDH. Bersama 30 orang anggota lainya, LMDH memiliki hak pengelolaan 224,40 hektare lahan di hutan.
Namun faktanya, kata Shomadi, lahan tersebut diketahui disewakan secara ilegal. Bahkan penyewa datang dari luar Desa Wotan, yakni dari Bluri, Lamongan hingga Tuban.
"Waktu itu saya tanya ke penyewa, ternyata menyewa lahan hutan dua juta setahun ada yang lebih. Saya pun kaget, akhirnya warga pun banyak tanya dan protes ke saya," imbuhnya.
Petani porang, Solahudin (Kiri) bersama Ketua LMDH Sumber Makmur Wotan, Shomadi (Kanan) (Foto: Akmal/TIMES Indonesia).
Shomadi menyatakan, sejak menjabat pengurus hingga saat ini, dia hanya mendapat sharing Rp 5 Juta dari Perhutani. Uang tersebut merupakan bagi hasil dari pengelolaan lahan.
"Saya ingat sekali, bahkan waktu itu saya ambil Rp 4,9 Juta, saya sisakan Rp100 ribu di buku tabungan, kami tidak tahu sama sekali, bahkan hanya diajak tanda-tangan tanpa tahu isinya," terangnya.
Mencuatnya kasus ini bermula karena sejumlah petani Porang resah. Mereka mengaku sudah membayar ke Perhutani sebagai bentuk komitmen penyewaan lahan. Petani merasa dibohongi.
Setelah membayar Rp 8 Juta melalui BKPH Kranji, yang membawahi RPH Panceng, para petani itu mendapatkan izin demplot percontohan di Hutan Panceng.
Solahudin salah satu petani porang mengaku, setelah demplot keluar seharusnya ada perjanjian kerjasama (PKS).
"Bedasarkan info dari Pak Winarto (Kepala RPH Panceng saat ini) bahwa demplot untuk porang sudah terdaftar di KPH Tuban," ujarnya.
Solahudin, menerangkan izin demplot dilakukan langsung oleh Ketua Petani Porang Wotan, Dika. Petani sempat mengajukan PKS, namun dipersulit.
"Sempat mau mengajukan PKS lewat oknum (Kepala RPH Panceng, yang lama), namun tak dilanjutkan karena dipersulit," ungkapnya.
Saat ini, kata Solahudin porang yang ditanam sudah waktunya panen. Namun ada masalah seperti ini. Sehingga tak bisa dipanen. Petani pun merasa rugi.
"Kan awalnya kami mau buat tempat penyimpanan porang, lalu kami dilaporkan karena menyalahgunakan lahan hutan," kata dia.
Seputar KPH Perhutani Tuban
Dilansir dari website resminya, Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Tuban adalah salah satu unit manajemen di wilayah Divisi Regional Jawa Timur. Luas wilayahnya 28.602,5 Ha meliputi kawasan hutan.
KPH Tuban membawahu area di Kabupaten Tuban 19.412,4 ha (67,9 %), Lamongan 8.177,7 ha (28,6 %), serta Kabupaten Gresik 1.012,4 ha (3,5 %). Kawasan hutan terdiri 3 (tiga) bagian hutan (BH).
Berdasarkan hasil evaluasi potensi sumber daya hutan tahun 2010, kawasan hutan KPH Tuban adalah Hutan Produksi seluas 26.072,2 ha (91.15 %), kawasan lindung 400,3 ha (1,4 %), Hutan lainnya 1.966,4 ha (6,87%) dan Alur 163,6 ha (0,57 %).
Ditanya soal berbagai masalah di Hutan Panceng, Kasubsi Hukum Kepatutan dan Komunikasi, KPH Perhutani Tuban Tole Suryadi tak bisa berkomentar banyak. Intinya, permasalahan itu sudah sampai di pimpinannya.
"Soal yang (Permasalahan) di Panceng, kami sudah lapor ke manajemen, nanti akan kita pelajari apa masalahnya," tambahnya menanggapi warga sekitar Hutan Panceng Gresik menuntut ke Perhutani Tuban. (*)
Pewarta | : Akmalul Azmi |
Editor | : Irfan Anshori |